Kegiatan usaha Pertambangan mineral dan batubara merupakan kegiatan yang mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah secara berkelanjutan, disamping itu usaha Pertambangan juga memiliki kelemahan yang harus menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah dan setiap pemegang izin kegiatan usaha pertambangan.
Mineral dan Batubara merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan sehingga dalam Pemanfaatan dan Pengolahannya harus benar-benar diperhatikan, di Negara indonesia sendiri sudah sangat banyak peraturan- perundangan yang mengatur tentang Pertambangan. Namun yang disayangkan Pengawasan terhadap Peraturan yang begitu banyak itu sering terabaikan untuk dilaksanakan.

Di Sumatera Barat sendiri sudah memiliki Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara. Dimana dibeberapa daerah yang ada disumatera Barat banyak ditemukan Lokasi tambang yang ditinggal begitu saja oleh Pemegang Izin Tambang ketika telah selesai melaksanakan kegiatan pertambangan, padahal masih ada Tanggungjawab yang harus diselesaikan terkait pelaksanaan “Reklamasi dan Pasca Tambang”.
Untuk itu Gubernur Sumatera Barat diharapkan segera mengambil tindakan untuk memastikan Perda yang telah dikeluarkan tersebut berjalan sebagaimana yang diharapkan dalam tujuan dibuatnya sebuah Peraturan.         


Konteks dan Urgensi
Di Provinsi Sumatera Barat sendiri, kegiatan Pertambangan telah berjalan sejak lama dimana setelah dilihat berdasarkan data yang dikeluarkan oleh menteri ESDM pada tanggal 9 Januari 2017 ada 278 Izin Usaha Pertambangan (IUP) disektor Pertambangan dengan rincian yang sudah C&C 151 dan Non CNC 127.
Aktivitas industri pertambangan tentu tidak bisa lepas dari dampak lingkungan yang ditimbulkan. Bukan tidak sedikit lahan-lahan bekas penambangan diberbagai wilayah di Indonesia khususnya sumatera barat yang rusak, sebagai akibat kurang bertanggungjawabnya beberapa perusahaan pertambangan.
Pertambangan merupakan sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Kemudian, di sisi lain, industri pertambangan juga mempunyai dampak kerusakan lingkungan. Wilayah yang menjadi area pertambangan akan terkikis akibat aktifitas tersebut, sehingga dapat menyebabkan erosi. Limbah hasil pengolahan tambang juga dapat mencemari lingkungan. Kegiatan industri tambang yang menggunakan bahan bakar fosil menghasilkan CO2 yang dapat menimbulkan efek rumah kaca dan pemanasan global.

Kegiatan penambangan dengan berwawasan lingkungan penting dilakukan oleh setiap pengusaha tambang, agar dalam pasca-penambangan perusahaan bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan reklamasi untuk mengembalikan kesuburan dan menghijaukannya kembali, demi memberikan kemanfaatan bagi masyarakat [1]
Mengenai wilayah tambang di Sumatra Barat dapat kita lihat seperti daerah Sawahlunto, Sijunjung dan Darmasraya, daerah ini sangat kaya akan Sumber Daya Alam mulai dari Emas, Batubara, Timah, bijih besi serta Batuannya. Pada saat sekarang ini Kawasan daerah sekitaran lokasi Pertambangan tidak seperti yang kita bayangkan dimana banyak ditemukan kerusakan seperti :
1.  Air sungai tidak bisa dimanfaatkan lagi dikarnakan sudah tercemar oleh aktifitas pertambangan.
2.  Turunnya permungkaan tanah akibat penggalian lobang tambang.
3.  Udara disekitar lokasi Tambang yang tercemar
4.  Rusaknya sarana dan Prasarana Jalan akibat alat berat 


Keharusan Reklamasi dan Pascatambang

Reklamasi merupakan suatu kegiatan yang diharapkan dapat menata/memulihkan serta memperbaiki kembali kualitas lingkungan yang sebelumnya sudah rusak akibat dari kegiatan pertambangan sehingga lingkungan tersebut bisa berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya.

Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mewajibkan perusahaan pertambangan untuk melakukan reklamasi dan kegaiatan pasca tambang atas areal tambang yang diusahakannya. Untuk memberikan efek memaksa bagi para pengusaha pertambangan guna melakukan reklamasi, para pengusaha tersebut diwajibkan untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai jaminan reklamasi, yang harus ditempatkan sebelum perusahaan melakukan kegiatan operasi produksi.

Sebagaimana hal itu dipertegas lagi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Dan Pascatambang dan Dalam Peraturan daerah Provinsi Sumatera Barat No. 3 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan dan Mineral dan Batubara bahwa ketika perusahaan telah meninggalkan jaminan Reklamasi dan Pascatambang tidak berarti menghilangkan kewajiban untuk melaksanakan reklamasi dan Pascatambang.

Dalam Perda Provinsi Sumatera Barat ini juga dijelaskan bahwa ketika Pemegang IUP tidak memenuhi kriteria pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Gubernur sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan Reklamasi dan Pascatambang dengan menggunakan jaminan Reklamasi dan Pascatambang.
Ketika dana jaminan tersebut tidak memenuhi atau menutupi untuk penyelesaian Reklamasi dan Pascatambang, kekurangan biaya tersebut tetap menjadi tanggungjawab pemegang IUP. Untuk melaksanakan tugas pengawasan terhadap pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Gubernur menunjuk Inspektur Tambang, dalam melaksanakan tugasnya Inspektur Tambang dapat berkoordinasi dengan Instansi terkait.
Peranan Pemerintah
Dari temuan dibeberapa kawasan pertambangan yang ada didaerah Limapuluh Kota dan Darmasraya banyak ditemukan perusahan yang tidak melakukan Reklamasi  dan Pascatambang, diantara perusahaan tersebut ada yang memiliki Izin Usaha Pertambangan yang masih berlaku, namun pada kawasan pertambangannya sudah ditinggal begitu saja, dimana berdasarkan Peraturan yang ada ketika dalam waktu 30 hari kerja tidak ada lagi dilakukan aktifitas pada kawasan pertambangan, Pemilik IUP harus segera melakukan Reklamasi atau Pascatambang. Selanjutnya jika hal itu tidak dilakukan Pemerintah lah yang harus segera menunjuk pihak ketiga untuk segera melakukan Reklamasi dan Pascatambang dengan menggunakan dana jaminan Reklamasi dan Pascatambang yang telah dijaminkan.
Regulasi terhadap pelaksanaan Reklamasi dan Pasacatambang dirasa sudah cukup banyak disiapkan namun yang harus menjadi perhatian saat ini bagaimana penerapan/pelaksanaan Regulasi tersebut bisa terlaksana sebagaimana tujuan dari dibentuknya suatu peraturan hukum itu adalah mewujudkan kepastian hukum yang telah disepakati oleh pemilik IUP disaat pengurusan Izin Pertambangan.
Sekarang ini tinggal bagaimana pemerintah dapat bersikap tegas terhadap pemegang IUP tersebut agar dapat melakukan kewajiban yang seharusnya dilaksanakan sebagaimana yang telah diatur dalam Perda Provinsi Sumatera Barat No. 3 tahun 2012,

Rekomendasi
1. Mendesak Gubernur segera memerintahkan Inspektur tambang sesuai dengan tugasnya sebagai pengawas pertambangan untuk menertibkan pemegang IUP yang telah mengabaikan kewajibannya dalam melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang.
2. Gubernur harus memberikan sanksi yang tegas terhadap pemegang IUP yang tidak melaksanakan Kewajibannya sebagaimana mestinya, serta menunjuk Pihak ketiga untuk melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang.
3. Mendesak Gubernur melakukan Review izin usaha Pertambangan (IUP) yang dirasa penting terutama terkait Pengabaian pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang yang dampaknya dapat mengakibatkan rusaknya lingkungan dan ekosistem.
4. Mengharapkan Gubernur selaku pemegang kendali bersikap transparan dan terbuka terhadap kehadiran NGO yang turut serta aktif mengawal dan memberikan masukan terhadap kelemahan dari penerapan peraturan Daerah tersebut.

Disusun oleh TIM Walhi Sumatera Barat

Padang, 1 April 2017