Oleh : Ir. Hendri Octavia, MSi
(Kadinas Kehutanan Sumatera Barat)
Hutan adalah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat. Kondisinya dari waktu ke waktu cenderung menurun. Oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat;

Kerusakan hutan dapat berdampak bagi semua makluk hidup. Akibat yang timbul sering tidak sebanding dengan hasil yang diperdapat, bisa mendatangkan kesengsaraan yang berkepanjangan seperti banjir, galodo dan kekeringan bahkan mengancam kehilangan nyawa dan harta benda.
Menteri Kehutanan di zaman Kabinet Indonesia Bersatu Zulkifli Hasan ketika berkunjung ke Sumatera Barat di tahun 2013 sempat menyampaikan pujian atas kawasan hutan di daerah ini. Menurutnya, Hutan Sumbar masih bagus dan terpelihara dengan baik bila dibanding dengan beberapa kawasan hutan di Provinsi lain.
Luas Kawasan Hutan Sumbar + 2,3 juta Ha atau sebesar + 56 % dari luas daratan, dengan fungsi  + 67 % dari Hutan Lindung dan Hutan Konservasi yang perlu dipertahankan,  hanya + 33 % Hutan dengan fungsi Produksi. Hutan Sumatera Barat sebagai penyangga kehidupan dan ekosistem hutan tropis dan benteng alam kunci di Sumatera Tengah pada Rencara Tata Ruang  Pulau Sumatera. Sumatera Barat merupakan Hulu dari + 30 Daerah Aliran Sungai (DAS)  besar dan sedang, yang bermuara ke provinsi tetangga dan Samudra Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Tahun 2011, terdapat + 518 Nagari/Desa yang berbatasan dengan kawasan dengan sebagian besar penduduk berada di pinggir dan di sekitar hutan masih tergolong masih miskin dan menggantungkan kehidupannya dari hutan dan hasil hutan yang berada di sekitarnya
Hutan Sumatera Barat masih mengalami penurunan daya dukung dan kerusakan (degradasi dan deforestasi). Benturan kepentingan dalam bentuk konflik kehutanan juga sering terjadi antara Pemerintah dan Masyarakat. 
Upaya pencegahan kerusakan hutan telah dilakukan secara fungsional oleh Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota dan dukungan dari instansi vertikal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tindakan tersebut dilakukan melalui kegiatan penyuluhan, operasi pengamanan dan perlindungan hutan serta melakukan rehabilitasi dan reklamasi hutan dan lain-lain.
Upaya-upaya tersebut, belum memberikan hasil yang maksimal, sehingga diperlukan upaya-upaya lain. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terus berupaya dengan mencoba mendorong penglibatan masyarakat secara lebih aktif dalam mengelola hutan melalui skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM).
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) atau ditingkat nasional dikenal dengan Perhutanan Sosial yang merupakan upaya pengembangan kapasitas dan pemberian akses kepada masyarakat setempat untuk mengelola hutan secara lestari dalam rangka menjamin ketersediaan lapangan kerja serta memecahkan persoalan ekonomi dan sosial.
Aktifitas PHBM di Sumatera Barat adalah berbasis di desa/nagari dengan mengutamakan partisipasi dan meningkatkan tanggung jawab masyarakat lokal dalam memberikan jaminan kelola hutan untuk jangka panjang.
Sesuai dengan regulasi yang berlaku, ada 5 (lima) bentuk PHBM yang dikembangkan di Sumatera Barat antara lain Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Nagari (HN), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.
Untuk mendukung program PHBM, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat menyusun strategi Pengelolaan Hutan berbasis PHBM dengan menyusun Rencana Peta Jalan (roadmap) perluasan skema-skema PHBM dengan target diharapkan 20 % wilayah hutan di Sumatera Barat dijadikan wilayah kelola masyarakat atau dengan luasan ± 500.000 ha. 
Selain itu, PHBM juga dicantumkan sebagai Kebijakan Utama  dalam Rencana Aksi Daerah Gas Rumag Kaca (RADGRK) dan Strategi Rencana Aksi Provinsi REDD+ Sumatera Barat dan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP) Sumatera Barat.
Untuk mendukung program PHBM tersebut, dibentuk Kelompok Kerja Perhutanan Sosial (POKJA) dari beberapa unsur terkait antara lain Pemerintah (Pusat dan Daerah) dan LSM, Perguruan Tinggi. Tujuan POKJA ini adalah menjadi pusat pelayanan dan sebagai media koordinasi, konsultasi, integrasi dan sinkronsasi  kegiatan PHBM yang dilakukan oleh para pihak. POKJA juga berfungsi membantu fasilitasi PHBM mulai dari sosialisasi, pembentuan kelembagaan, pengusulan calon lokasi dan pengembangan.
Agar pelaksanaan PHBM dapat berjalan dengan lancar maka Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat menggalang dukungan kelembagaan non formal seperti  Kelembagaan Adat (Kerapatan Adat Nagari, Bundo Kanduang, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minang Kabau). Disamping itu mengadakan sosialisasi kepada Kelembagaan Pemerintahan terdepan seperti Wali Nagari, Bamus, BPAN serta penguatan kepada Lembaga Pengelola Hutan Nagari dan Kelompok Tani Hutan.
Secara implementatif di lapangan, Pemerintah Daerah Sumatera Barat telah membuat langkah-langkah kongkrit dan strategis antara lain membangun kesepahaman dengan pemerintah pusat, pemerintah Kab/Kota dan swasta, membangun Kerjasama dengan NGO/LSM (UNDP, KKI-Warsi, Qbar, Kemitraan Parknership, WALHI, FKKM, LBH Padang, CO2BV, Kehati, Latin, ICS, Pundi Sumatera dan lain-lain) baik dalam perluasan maupun pengembangan PHBM .
Progres perkembangan PHBM di Provinsi Sumatera Barat sampai dengan bulan Mei 2016 cukup menggembirakan. Data dari seluruh tahapan yang telah dilakukan, baik yang telah mendapatkan Penetapan Areal Kerja (PAK) maupun yang sedang proses pengusulan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencapai + 92.862 Ha dengan rincian Hutan Desa/Nagari  seluas +  57.744 Ha  yang dkelola oleh  22 Lembaga Pengelola Hutan Nagari, Hutan Kemasyarakatan  seluas +  18.183 Ha yang dkelola oleh 30 Kelompok dan  Hutan Tanaman Rakyat Seluas +  6.935 Ha yang dikelola oleh 4 Kelompok.
Sedangkan  untuk Hutan Adat sedang berproses ditingkat Kabupaten seluas + 10.000 Ha di Hutan Adat di Nagari Malalo Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar dan Hutan Adat Silok Oinan Kep. Mentawai
Pengembangan Usaha PHBM.
Pertanyaan yang sering muncul setelah adanya SK PAK atau HPHN/IUPHKM adalah Mau di bawa kemana program PHBM ini. Apakah hanya cukup secarik kertas SK saja sudah akan bisa memberikan jaminan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, Pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat mencoba menjadikan lokasi PHBM sebagai basis pembangunan bagi daerah pedesaaan. Karenat fakta lapangan umumnya lokasi PHBM adalah daerah yang terletak dipinggir hutan, sulitnya aksesibilitas dan masih terbatasnya atau kekurangan sumber daya baik manusia, pembiayaan dan peralatan yang mendukung dalam pengelolaan kawasan hutan yang sudah mendapatkan izin dalam bentuk perhutanan sosial (PHBM). Dengan adanya PHBM yang akan menjadi salah satu basis untuk membangun ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan oleh masyarakat dengan tetap memperhatikan serta menjaga fungsi kawasan, maka ini juga akan menjadi prioritas bagi pemerintah baik pembiayaan maupun dukungan peralatan serta peningkatan kapasitas dan pengetahuan masyarakat guna mendukung pemanfaatan kawasan yang sudah diberikan akses dan hak kelola dalam bentuk skema-skema yang dipilih dalam perhutanan sosial sesuai P.83/MELHK.SETJEN/KUM.1/10/2016.
Melalui program PHBM diharapkan dapat menyediakan lahan dan ruang untuk masyarakat yang selama ini sangat terbatas. Pada lokasi PHBM kegiatan pembangunan non kehutanan dapat dilaksanakan seperti Pertanian (agroforestry), Peternakan (Agro Pasteur), Perikanan (Agro Fishery), Eko Wisata, Koperasi, Industri dan lain-lain.
Adanya program PHBM dapat  memberikan aksses dan kepastian hukum (legal formal) kepada masyarakat untuk mengelola hutan dengan baik dan benar, sehingga adanya rasa aman berusaha, meningkatkan kepedulian dan perekonomian masyarakat. Akhirnya suatu waktu terwujud cita-cita Hutan Terpelihara, Rakyat Sejahtera.