Siaran Pers Bersama
WALHI SUMATERA BARAT, PBHI SUMATERA BARAT
Nomor . 065.SP/ED-WSB/V/2018
“Cabut Izin Tambang PT. Inexco Jaya Makmur di Kecamatan Duo Koto Pasaman”
Padang, 7 Mei 2018, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
Sumatera Barat dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia
(PBHI) Wilayah Sumatera Barat mendampingi perwakilan Ikatan Mahasiswa
Duo Koto (IMADUKO) melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNASHAM) Wilayah Sumatera Barat sehubungan dengan konflik masyarakat
terkait izin usaha pertambangan (IUP) PT. Inexco Jaya Makmur (PT.IJM)
Konflik masyarakat yang disebabkan oleh Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Operasi Produksi PT.IJM semakin meluas dan membesar. Sebagaimana
diketahui, PT. IJM mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat No.544-274-2017. Berdasarkan SK tersebut, PT. Inexco Jaya Makmur berhak melakukan pertambangan Emas di Jorong Sungai Beremas NAGARI CUBADAK,
Kec. Dua Koto Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat, seluas 2.408
Hektare, dengan kegiatan Operasi Produksi berlaku sejak 2 Oktober 2017
s/d 31 Desember 2036.
Berdasarkan hasil analisis peta Wilayah Izin Usaha Pertambangan
(WIUP) PT. IJM dengan peta kawasan hutan dan peta administrasi
Kecamatan Duo Koto BPS 2010 luas izin perusahaan seluas 2.408 Ha dimana
terlihat bahwa wilayah kerja PT.IJM berada dalam wilayah administrasi
Nagari Cubadak seluas 1.434 Ha dan masuk wilayah Nagari Simpang Tonang
seluas 974 Ha. Kawasan yang dibebani izin ini berada dalam kawasan Hutan
Produksi Terbatas (HPT) seluas 435 Ha dan berasa dalam kawasan Hutan
Produksi Konversi (HPK) seluas 1.973 Ha.
Pada awalnya, konflik dipicu oleh aktiftas Pertambangan PT. IJM yang
memasuki Nagari Simpang Tonang, padahal berdasarkan SK Gubernur PT. IJM hanya mengantongi izin di Nagari Cubadak.
Melihat adanya aktiftas tambang emas secara tiba-tiba di kampung
mereka, maka masyarakat Nagari Simpang Tonang melakukan serangkaian
aktifitas penolakan tambang PT. IJM tanpa izin di Nagari mereka.
Uslaini selaku Direktur WALHI Sumatera Barat menyebutkan :
berdasarkan informasi dan data yang dihimpun oleh WALHI, ternyata dalam
Peta IUP PT. IJM, lokasi izin PT. IJM tidak hanya berada di Nagari
Cubadak tapi juga masuk dalam wilayah administrasi Nagari Simpang
Tonang. Dengan demikian lokasi izin PT. IJM di Nagari Simpang Tonang
sesungguhnya TIDAK BERDASARKAN kepada Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat No.544-274-2017. Sehingga
seluruh aktifitas pertambangan di Nagari Simpang Tonang yang dilakukan
oleh PT. IJM dapat dikatakan tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan
kuat.
Pada sisi lain, masyarakat Nagari Simpang Tonang juga ketakutan oleh
keberadaan PT. IJM yang memasuki dan menghadapi penolakan masyarakat
Nagari Simpang Tonang diduga mengunakan kekuatan militer yang mengaku
dari marinir yang bertugas di Teluk Bayur. Terkait hal ini, masyarakat Nagari Simpang Tonang akan mengkonfirmasi
ke pihak TNI AL apakah benar marinir digunakan oleh PT. IJM untuk
menghadapi masyarakat yang melakukan penolakan. Jika tidak benar, maka
sama saja PT. IJM mengunakan nama marinir untuk kepentingan bisnis
mereka, hal ini tentu sama saja PT. IJM mencoba membenturkan masyarakat
dengan militer. Saat ini, runtut peristiwa tersebut berujung kepada
proses hukum pidana di Polres Pasaman, masyarakat dianggap melakukan
pengrusakan atas mobil PT. IJM yang ditumpangi oleh orang mengaku
marinir yang bertugas di teluk bayur.
Selanjutnya, Ipat dari Ikatan Mahasiswa Dua Koto (IMADUKO) Pasaman
menyebutkan bahwa : sebelumnya Pihak PT. IJM telah mengakui kesalahan,
karena telah memasuki Nagari Simpang Tonang tanpa berdasarkan izin yang
jelas. Sehingga mereka berjanji tidak akan melakukan aktifitas tambang
emas di Nagari Simpang Tonang. Selain itu, kami melakukan penolakan
tambang emas PT. IJM karena tidak berizin di Nagari Smpang Tonang,
masyarakat juga keberatan karena TIDAK DILIBATKAN dalam
proses perizinan, apalagi terkait penyusunan dokumen Amdal. Proses
masuknya PT. IJM di wilayah adat Nagari Simpang Tonang juga tanpa izin
pemangku adat, hal tersebut sama saja Pihak Perusahaan dan Pemerintah
Pemberi Izin tidak mengakui eksistensi masyarakat adat di Nagari Simpang
Tonang.
Kami kecewa, terhadap pernyataan Bupati Pasaman yang mengatakan PT.
IJM telah mengantongi izin dan proses izin PT. IJM sesuai prosedur. Kami
merasa masyarakat Nagari Simpang Tonang dianggap oleh bupati TIDAK BAHAGIAN
dari masyarakat di kabupaten pasaman. Ternyata, aspirasi kami selama
ini tidak dianggap dan didengar oleh pemerintah daerah Pasaman. Sebab
itulah, hari ini kami menghadap dan melaporkan kondisi-kondisi tersebut
kepada KOMNASHAM Wilayah Sumatera Barat. Hal tersebut kami lakukan,
karena di tingkat kabupaten suara kami tidak lagi didengar. Semoga
KOMNASHAM Wilayah Sumatera Barat BERANI memperjuangkan hak-hak kami di Nagari Simpang Tonang.
Wengki Purwanto Ketua PBHI Wilayah Sumbar menambahkan, merujuk pada
UU 4 Tahun 2009 tentang MINERBA, maka apabila PT. IJM tetap melakukan
aktifitas tambang emas tanpa izin di Nagari Simpang Tonang, maka
perusahaan ini diancam dengan Pidana Pertambangan dengan acaman pidana
maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banya 10 Milyar Rupiah.
Selain itu, pemaksaan aktiftas tambang di Nagari Simpang Tonang juga
berpotensi melangar pasal 136 UU Minerba, padahal pasal ini menegaskan
bahwa sebelum melakukan operasi produksi, pemegang izin wajib
menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak, dalam hal ini pemegang
hak atas tanah adat di Nagari Simpang Tonang adalah masyarakat adat dan
pemangku adat. Selain itu karena wilayah izin berada dalam kawasan
hutan, maka perusahaan wajib mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan
(IPPKH) dari KLHK sebelum aktifitas fisik dilakukan dilokasi.
BERDASARKAN HAL HAL TERSEBUT DIATAS, KAMI MENYATAKAN HAL HAL SEBAGI BERIKUT :- Bahwa telah terjadi dugaan pelanggaran Pidana Kehutanan dan Pertambangan yang dilakukan oleh PT Inexco Jaya Makmur dengan melakukan kegiatan pertambangan di luar areal konsesi tanpa izin.
- Bahwa terhadap dugaan Tindak Pidana tersebut seharus menjadi dasar mencabut Izin yang diberikan terhadap PT Inexco Jaya Makmur
- Bahwa dugaan terhadap pelanggaran terhadap hak hak masyarakat adat di Simpang Tonang, merupakan pengangkangan terhadap keberadaan Masyarakat Adat Simpang Tonang sebagai pemilik Ulayat
- Pembiaran yang dilakukan oleh Gubernur Sumatera Barat terhadap hal hal tersebut merupakan bentuk Pelanggaran HAM yang dilakukan secara sistimatis.
- Jika memang benar terdapat aparat TNI yang digunakan oleh Pihak PT Inexco Jaya Makmur untuk mengawal kegiatan perusahaan merupakan bentuk pelanggaran terhadap UU No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Sumpah Prajurit, untuk itu kita minta Pihak TNI khususnya Lanal untuk memeriksa terhadap dugaan ini, agar tidak merusak nama TNI di tingkat Masyarakat.
Hormat kami
DIREKTUR KETUA BPW
WALHI SUMATERA BARAT PBHI SUMATERA BARAT
ttd ttd
USLAINI WENGKI PURWANTO
0 Comments
Posting Komentar