SIARAN PERS
BERSAMA
tentang
“GAGAL FOKUS MEMUTUS NASIB PEJUANG LINGKUNGAN
DI GUNUNG TALANG”
Hakim Pengadilan
Tinggi Padang telah menjatuhkan pidana penjara 2 (dua) tahun terhadap ketiga
terdakwa (Ayu Dasril , Hendra dan
Yuzarwedi) dalam kasus pembakaran 1 unit mobil Kijang Innova milik PT. Hitay
Daya Energi yang di bekingi oleh Marinir bersenjata lengkap di lokasi
pembangunan Geotermal. Sebelumnya Penuntut Umum dan Tim Penasehat Hukum
mengajukan permintaan banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
I Koto Baru yang menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun kepada ketiga
terdakwa tersebut pada tanggal 14 Agustus 2018.
Ada pun
pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Banding bahwa pidana penjara
terlalu ringan mengingat selain hal-hal yang memberatkan juga karena perbuatan
Terdakwa tersebut sangat mengganggu ketertiban umum dan agar dapat memberikan
efek jera maka patut dan adil apabila Terdakwa dijatuhi pidana penjara menjadi
2 (dua) tahun. Dalam putusannya, Pengadilan Tinggi sependapat dengan
pertimbangan Majelis Hakim sebelumnya bahwa Yuzarwedi terbukti bersalah melakukan
penghasutan sedangkan Ayu Dasril bersalah melakukan kekerasan terhadap barang
dan Hendra bersalah melakukan pembakaran.
Menurut Indira
Suryani, Penasehat Hukum Terdakwa berpendapat hakim telah gagal memahami kasus
ini secara komprehensif. Kasus ini bersentuhan dugaan pelanggaran HAM dalam
penetapan 27.000 HA wilayah kerja panas bumi pembangunan Geotermal tanpa
persetujuan masyarakat oleh Kementrian ESDM. Dalam posisi yang tidak seimbang,
perusahaan yang menggunakan kekuatan aparatur negara seperti tentara bersenjata
lengkap namun tidak mendapat perhatian khusus oleh Majelis Hakim. Dilain hal,
sikap abai dan minim respons dari pemerintah daerah terhadap penolakan
masyarakat terhadap pembangunan geotermal merupakan salah satu faktor terjadi
kondisi chaos tidak menjadi pertimbangan. Dalam persidangan, peristiwa
pembakaran mobil tidak terbukti diniatkan oleh masyarakat namun dipicu karena
kedatangan perusahaan bersama tentara bersenjata lengkap dan lelah menunggu
Bupati di lokasi untuk berdialog. Ingat masyarakat hanya mempertahankan haknya
dan sikap abai negara dan lebih mementingkan perusahaan inilah yang membuat
masyarakat terjebak menjadi kriminal dan penjahat. Tentu saya mesti bertanya
kepada hakim, efek jera apa yang dimaksudkan jika niat awal tidak terbukti
didalam proses persidangan.
Secara terpisah,
Direktur Nurani Perempuan Yefri Heriani mengemukakan bahwa putusan ini
merupakan preseden buruk bagi masyarakat yang sedang mempertahankan
haknya. Tentunya secara psikologis,
penghukuman ini merupakan intimidasi bagi keluarga dan masyarakat yang
mendukung perjuangan ini. Intimidasi terhadap keluarga korban akan berdampak
semakin menyempitnya ruang gerak keluarga dan dapat mempersempit akses keluarga
terhadap layanan publik misalnya. Akibatnya, saat ini istri, ibu,adik-adik dari
ketiga orang ini rentan untuk dimiskinkan. Tentunya negara memiliki kewajiban
untuk memberikan support kepada keluarga yang telah kehilangan tulang punggung
ekonomi keluarganya masing-masing. Negara tidak bisa megabaikan keluarga mereka
sebagaimana tujuan pembangunan berkelanjutan menyatakan No Left Behind (Tak
satupun yang tertinggal). Apapun alasannya, keluarga korban harus tetap menjadi
perhatian pemerintah untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dan hak-hak mereka
ujarnya.
Disisi lain,
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat menyayangkan
putusan Pengadilan Tinggi yang menambah hukuman bagi pejuang lingkungan di
Gunung Talang. Putusan ini menciderai rasa keadilan masyarakat dan menunjukkan
masih belum berpihaknya penegakan hukum pada masyarakat yang berjuang atas
kepastian ruang hidupnya yang aman dan bebas dari ancaman kerusakan lingkungan
dan kehilangan sumber kehidupan mereka.
Untuk itu, kami
sebagai pendamping akan terus melakukan segala daya upaya bersama masyarakat
memperjuangkan hidup dan kehidupan petani-petani di Gunung Talang dari
mencaplokan ruang hidup yang saat ini dirasakan oleh masyarakat Salingka Gunung
Talang. Kami mendorong Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional
Perempuan dan lembaga independen lainnya untuk mengeluarkan sikap atas dugaan
pelanggaran HAM yang terjadi di Gunung Talang. Pengabaian dan pelanggaran Hak Asasi Manusia pastinya menciderai rasa
keadilan dan kemanusiaan kita.
Demikianlah
siaran pers ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Padang, 15
November 2018
Hormat Kami
TIM ADVOKAD
MASYARAKAT ADAT GUNUNG TALANG
NURANI
PEREMPUAN-WALHI SUMBAR - LBH PADANG
0 Comments
Posting Komentar