SIARAN PERS WALHI SUMATERA BARAT
NOMOR. 42/WSB/III/2018
Hari ini bentrok antara aparatur negara yang mengawal investor proyek geothermal dengan masyarakat yang menolak rencana pembangunan di tapak proyek kembali terjadi. Tujuh orang masyarakat ( 3 orang perempuan, 2 orang anak dan 2 orang laki-laki) menjadi korban kekerasan aparat di Gunung Talang. Dua orang diantaranya dilarikan ke Puskesmas Bukik Sileh untuk mendapatkan pengobatan. Mereka menderita luka-luka memar pasca bentrokan antara masyarakat Salingka Gunung Talang dengan 50-an orang aparat. Bentrokan ini terjadi akibat pemaksaan oleh PT. Hitay Daya Energi yang dikawal dengan aparat TNI, Kepolisian dan Satpol PP untuk masuk ke lokasi eksplorasi pembangunan Geotermal Gunung Talang. Sejak Juli 2017, masyarakat Salingka Gunung Talang menyatakan penolakan atas rencana pembangunan Geotermal di Gunung Talang. Penolakan ini dikarenakan pembangunan proyek telah melanggar prinsip-prinsip FPIC (Free, Prior and Informed Consent), malah menggunakan aparat yang dirasa oleh masyarakat sebagai bentuk intimidasi mereka.
Sebelumnya pada 20 Oktober 2017, PT. Hitay Daya Energi telah mencoba masuk kelokasi dengan menggunakan lima orang TNI namun gagal dan berujung pada penahanan tiga orang masyarakat di Polda Sumatera Barat. Kemudian hari ini, pukul 10.30 di Jorong Gurah PT Hitay Daya Energi dibantu 50 orang aparat memaksa masuk ke lokasi pembangunan. Tanah tempat pembangunan proyek merupakan tanah peladangan dan pertanian masyarakat. Rombongan PT. Hitay bersama Pemerintah Kabupaten dan aparat dinanti oleh 1.000 orang massa.
Kejadian hari ini, harusnya bisa dihindari jika semua pihak menghormati semua langkah-langkah konsolidasi yang sedang berjalan. Pada tanggal 14 Februari 2018 DPRD Sumatera Barat sudah mendatangkan para ahli geothermal, dalam sidang dialog akademis tersebut terungkap bahwa tingkat keberhasilan ekplorasi geothermal hanya 40 % yang artinya jika ada sepuluh lubang yang dibuat dengan kedalaman ratusan meter sampai ditemukan titik panas yang potensial hanya empat lubang saja yang mungkin bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Diakui juga kegagalan teknis lainnya seperti yang terjadi dibanyak tempat bisa saja terjadi. Hal inilah yang menyebabkan geothermal sebagai proyek dengan tingkat risiko tinggi. Diakhir pertemuan Pimpinan DPRD Sumatera Barat Hendra Irwan Rahim yang memimpin sidang dialog tersebut meminta semua pihak untuk coolingdown. Secara khusus Pimpinan DPRD Sumbar meminta Wakapolda Sumbar, Wakil Bupati Solok dan Ketua DPRD Kabupaten Solok yang hadir untuk menghentikan kriminalisasi warga dan meminta perusahaan untuk mencabut laporan atas masyarakat Gunung Talang yang saat ini ditahan atau masuk daftar DPO Polda Sumbar. Selain itu disepakati untuk dilakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait manfaat dan dampak negatif yang mungkin timbul saat proyek ini dilaksanakan bersama para ahli, dimana setelah sosialisasi dilakukan semua pihak akan menghormati hak masyarakat untuk menerima atau menolak rencana pembangunan ini.
Uslaini Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Barat menyayangkan kejadian hari ini terulang lagi sementara rekomendasi yang sudah disampaikan dan diaminkan oleh semua pihak pada pertemuan 35 hari yang lalu di Gedung Rakyat belum berjalan. Ketika negara hadir dalam wujud pengawal perusahaan dan kembali masyarakat menjadi korban. Siapa yang bertanggungjawab sesungguhnya untuk melindungi keamanan dan keselamatan masyarakat?
Penggunaan kekuatan negara untuk mengintimidasi dan mengkriminalisasi masyarakat harus dihentikan. Kapolda Sumatera Barat, Gubernur Sumatera Barat, DPRD Sumatera Barat, Kapolres Solok, Bupati Solok dan DPRD Solok haruslah memprioritaskan keselamatan rakyat diatas segalanya dalam setiap rencana dan tindakan atasnama pembangunan di daerah ini.

Padang, 21 Maret 2018
WALHI SUMATERA BARAT
Uslaini (08113345654)
Yoni Chandra (08116655633)