Pertambangan batubara milik CV. Tahiti Coal yang beroperasi sejak tahun 2010 dengan nomor izin 05.90.PERINDAGKOP TAHUN 2010 dengan luasan 53, 80 He yang berada di Desa Sikalang, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto semenjak 5 (lima) tahun belakangan meresahkan warga Desa Sikalang tepatnya Dusun Sibanta, keresahan disebabkan aktivitas tambang dalam yang dilakukan pihak perusahan yang mengarah ke pemukiman penduduk bahkan sudah berada di bawah rumah warga Desa Sikalang Dusun Sibanta. Menyikapi persoalan tersebut perwakilan masyarakat telah menyampaikan keresahan telah menyampaikan pada pihak perusahaan bahkan menyurati pemerintah Kota Sawahlunto dan Pemerintah Sumatera Barat namun sampai saat ini perusahaan tetap melakukan aktivitas tambang dalam bahkan tahun 2018 Pemerintah Sumatera Barat memberikan perpanjanagn izin sampai dengan tahun 2028 dengan nomor surat 544 -1-2018 dengan luasan yang sama.

Dari overlay Peta WIUP Tahiti Coal, diindikasikan sudah berada di bawah pemukiman masyarakat Dusun Sibanta, Desa Sikalang. Hasil penelusuran Tim investigasi WALHI Sumbar menemukan fakta bahwa adanya Rumah masyarakat yang rusak, retak sedang sampai retak parah semenjak adanya aktifitas tambang ini. Dari data WALHI terdapat sebanyak 15 Rumah Rusak di Dusun Bukit Sibanta, selain rumah terdapat ladang milik warga yang amblas serta adanya penurunan muka air tanah. Hasil perhitungan WALHI masyarakat menderita kerugian sebesar ± 124.000.000 dan potensi kerusakan kedepan juga akan bertambah mengingat lokasi pemukiman Dusun Bukit Sibanta sangat dekat dengan lubang tambang. Hasil analisis WALHI menunjukan bahwa terdapat 7 rumah penduduk yang hanya berjarak 300 meter dari mulut tambang Tahiti Coal, 43 rumah berjarak 500 Meter dan 114 rumah penduduk yang berjarak 750 Meter. 

Berdasarkan hasil analisis peta yang dilakukan oleh Walhi Sumatera Barat dengan peta izin CV. Tahiti Coal berada diluar izin yang dimiliki hal tersebut sudah dilaporkan pada KLHK dan kementrian ESDM namun belum ada sikap yang tegas. Berdasarkan fakta lapangan kuat dugaan aktivitas CV. Tahiti Coal melakukan pertambangan illegal sebagaimana dijelaskan UU 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada pasal 163 pihak berwenang segera menindak dan mengadili mulai dari sangsi pidana, denda dan pencabutan izin usaha.

Pada lokasi aktivitas tambang CV. Tahiti Coal terdapat bekas lobang galian yang tidak direklamsi sebagaimana yang di tegaskan PP 78 tahun 2010 tentang Reklamasi dan pasca tambang pada pasal 21 menegaskan pihak perusahaan wajib melakukan reklamasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu. Gubernur selaku pemilik kewenangan sebagaimana dalam UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah harus segera mengambil sikap yang tegas untuk menghentikan dan menindak CV. Tahiti Coal secara hukum serta memerintahkan perusahaan untuk segera melakukan reklamasi (penimbunan) pada bekas lobang tambang jika hal tersebut tidak dilakukan besar kemukinan akan terjadi becana seperti amblas dan tenggelamnya pemukiman warga dan tidak tertutup kemukiman akan menelan korban jiwa khusus pada pemukiman yang dilewati lobang tambang tersebut.

Oleh karena itu kami mendesak :
  1. Mendesak Gubernur Sumatera Barat mencabut perpanjangan IUP CV. Tahiti Coal berdasarkan UU 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
  2. Mendesak pemerintah Provinsi melakukan perbaikan dan penggantian rumah warga yang rusak akibat pertambangan batubara CV. Tahiti Coal.
  3. Mendorong pemerintah Provinsi memerintahkan CV. Tahiti Coal Melakukan reklamasi dan pasca tambang pada bekas galian tambang.

Sumber : Siaran Pers Walhi Sumbar (No : 050/S. Pers/ED-WSB/VII/2019)