WALHI Sumbar melayangkan surat Permintaan Penghentian izin PLTU Ombilin ke Gubernur Provinsi Sumatera Barat pada Selasa (14/5). Hal ini disebabkan oleh Hujan abu yang diakibatkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara Ombilin yang melanda masyarakat Desa Salak dan Desa Sijantang, serta Desa lainnya di kecamatan Talawi, kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. PLTU yang berkapasitas 2 x 100 megawatt ini mengeluarkan Hujan abu yang berasal dari polusi asap dan abu bekas pembakaran Batubara PLTU Ombilin, kejadian ini mengakibatkan gangguan kesehatan secara langsung di masyarakat seperti sakit mata, tenggorokan


Pengkampanye Tambang dan Energi WALHI Sumbar, Zulpriadi mengungkapkan, persoalan polusi udara dan hujan abu terus berulang tanpa penanganan yang kongkrit dari pihak PLTU, kami mendesak Gubernur Sumbar menindak tegas dengan sanksi tegas berupa pencabutan izin lingkungan PLTU Batubara Ombilin, kewenangan ini diatur dalam Undang-undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 76 “(1)Menteri, gubernur atau bupati/walikota menerapkan sanksi adminstratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. (2)sanksi administratif terdiri atas a. Teguran tertulis; b. Paksaan Pemerintah c. Pembekuan izin Lingkungan d. Pencabutan Izin Lingkungan.

Zulpriadi menambahkan, ketegasan ini sangat diperlukan untuk menyelamatkan masyarakat dan lingkungan hidup di sekitar operasional PLTU Batubara Ombilin.

Polusi yang berbahaya

Yoni Candra, Kadept Advokasi dan Penegakan Hukum WALHI Sumbar, mengatakan bahwa Polusi udara/Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh PLTU Batubara Ombilin masuk dalam kategori “berbahaya” bagi masyarakat sekitar operasional PLTU, buruknya tatakelola operasional PLTU Ombilin yang menghasilkan hujan abu di Desa Salak dan Sijantang menyebabkan pulusi udara, secara kasat mata bila diamati telah melampaui ambang batas baku mutu udara yang ditetapkan oleh peraturan perundangan. Jika hal ini tidak segera diatasi akan menjadi bencana ekologi bagi masyarakat di kecamatan Talawi bahkan penduduk kota Sawahlunto. Data WALHI Sumbar mengungkap kejadian ini telah berulang sejak tahun 2012 
mengalami kerusakan penyaringan cerobong asap, tahun 2017 kerusakan pada mesin pembuangan sisa pembakaran, serta investigasi lapangan WALHI Sumbar yang dilakukan pada tahun 2018 jumlah penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan iritasi pada mata juga meningkat dari data dari Puskesmas Talawi.


Sumber : Pers Rilis WALHI Sumbar, 15 Mei 2019