Sejak dideklarasikan pada Februari 2014, Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di sektor mineral dan batubara (Minerba), yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam (GN-PSDA) yang diinisasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan 34 Kementerian/ Lembaga, Gubernur dan Bupati/ Walikota telah dilaksananakan di 31 provinsi se-Indonesia, yang bertujuan untuk mengidentifikasi persoalan sekaligus melakukan reformasi perbaikan tata kelola sector minerba.

Untuk memastikan pelaksanaan Korsup Minerba dan tindaklanjutnya, KPK menggelar sejumlah kegiatan Koordinasi, Monitoring dan Evaluasi (Kormonev) di berbagai provinsi termasukdi wilayah Sumatera yang telah dilaksanakan di Tanjung Pinang (6 Maret 2014), Palembang (29 April 2014), Pangkal Pinang (4 Juni 2017), Medan (25 Maret 2015) dan Jakarta (22 April 2015). 

Namun, faktanya Korsup Minerba yang sudah berjalan 3 (tiga) tahun, belum membuahkan hasil yang maksimal. Meskipun, dibeberapa daerah di indonesia sejumlah perusahaan tambang dicabut/diakhirkan. Tapi, hasil tersebut belum sebanding dengan jumlah IUP yang bermasalah yang seharusnya dicabut. Sebagaimana yang telah diatur dalam Permen ESDM Nomor 43 Tahun 2015, IUP yang bermasalah atau dinyatakan non Clean and Clear (CNC) harus DICABUT.

Pantauan masyarakat sipil di Sumatera sepanjang pelaksanaan Korsup Minerba menunjukkan bahwa pencapaian tindak lanjut atas temuan Korsup Minerba baik oleh K/L maupun Pemda masih “jauh panggang dari api”. Korsup Minerba seolah hanya berhenti pada fase mengidentifikasi masalah. Alih-alih menyelesaikan problematika pertambangan, Korsup Minerba terjebak hanya pada aspek penataan IUP semata. Korsup Minerba sama sekali tidak menyentuh aspek penegakan hokum terhadap korporasi pemegang izin yang melakukan kejahatan pertambangan.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dirjen Minerba, Kementerian ESDM pada Juni 2017[1], masih sekitar 398 IUP berstatus non CnC di 10 provinsi. Provinsi Sumatera Barat merupakan Provinsi yang paling lambat kemajuannya dalam mencabut izin-izin yang bermasalah, dari total 125 IUP yang dinyatakan Non Cnc hanya 2 IUP yang dibatalkan.

Koalisi Masyarakat Sipil mencatat setidaknya 41,330.81 Ha wilayah tambang MASIH berada dalam kawasan Hutan Konservasi dan 684,909.79 Ha lainnya berada dalam kawasan Hutan Lindung. Wilayah tambang yang masuk hutan konservasi dan hutan lindung terbesar berada di Provinsi Aceh dan Sumatera Barat. 

Koalisi masyarakat sipil juga menemukan IUP di 5 (lima) Provinsi di Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Bangka Belitung) tidak mengantongi IPPKH. Pelanggaran IUP tanpa IPPKH dalam kawasan hutan ini berimplikasi menghilangkan potensi penerimaan negara dari iuran pemanfaatan kawasan hutan sebagaimana yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P:68/Menhut-II/2014 dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 91/PMK.02/2009. Dari perhitungan koalisi masyarakat sipil, didapatkan potensi kerugian negara senilai Rp 2,904,889,820 yang hilang dari penggunaan kawasan hutan tanpa IPPKH dalam kurun waktu 2010 – 2017.

Temuan masyarakat sipil menunjukkan bahwa banyak pemilik IUP yang tidak membayarkan kewajiban iuran tetap (land rent). Di Aceh misalnya, sebanyak 128 pemilik IUP yang telah dicabut dan atau berakhir masa izinnya tidak membayarkan iuran tetap yang berpotensi merugikan penerimaan negara sebesar Rp. 41 Milyar terhitung mulai tanggal 1 September 2016. Begitu juga di Bangka Belitung terdapat potensi kerugian negara dari 40 IUP tidak dibayarkan kewajiban PNBP sebesar Rp 225,9 Milyar (sumber: Laporan Keuangan Ditjen Minerba, per 31 Desember 2016) berdasarkan catatan diatas Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam menegaskan sejumlah rekomendasi, yaitu :

1. Kementerian ESDM harus mengambil langkah tegas untuk menindaklanjuti temuan dan rekomendasi hasil Korsup Minerba, khususnya melakukan pencabutan izin terhadap IUP-IUP yang dinyatakan Non CNC sesuai dengan Pasal 18 dan Pasal 19 Permen ESDM No. 43 Tahun 2015 Jo Pasal 152 Undang-Undang No 4 Tahun 2009. 

2.  Gubernur harus menindak lanjuti hasil evaluasi IUP yang telah berjalan selama 3 tahun dengan mencabut/mengakhiri sebanyak 398 IUP Non CnC di Sumatera, sesuai dengan kewenangan gubernur yang telah diamanatkan oleh Undang – Undang 23 Tahun 2014.

3.  KPK bersama ESDM dan Pemerintah Daerah melanjutkan kegiatan Korsup Minerba dengan peningkatan standar penilaian CNC termasuk melakukan verifikasi lapangan dengan melibatkan public secara luas.

4.  KPK Segera menindaklanjuti temuan-temuan korsup minerba terkait dengan kerugian Negara dari sector pertambangan, seperti iuran tetap, iuran produksi, jaminan reklamasi dan pasca tambang, serta iuran Pemanfaatan Kawasan Hutan.

5.  Kementrian ESDM dan Dinas ESDM membuka akses kepada public terhadap data dan dokumen perizinan pertambangan yang ada di daerah.

6.  Korsup minerba kedepan perlu melibatkan institusi Penegak hukum di pusat dan di daerah untuk menindaklanjuti kasus-kasus kejahatan pertambangan.

7.  Presiden Jokowi sudah saatnya menerbitkan moratorium izin tambang sesuai dengan janjinya di Kepulauan Seribu baru mengingat masih carut marut nyatata kelola perizinan pertambangan hingga hari ini.



Padang, 19 Oktober 2017
Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam

LBH Padang : Wendra (081267410008)                   WalhiSumut : Ari (08126351815)
WalhiSumbar : Yon (085215925192)                        Walhi Bengkulu : Beny (082375088004)
Gerak Aceh : Fernand (085277162441)                    Walhi Babel : Zulpriadi (083872652877)
PerkumpulanQbar : Nora (085274100109)               PWYP Indonesia : Aryanto (081326608343)




[1]https://www.minerba.esdm.go.id/public/40181c/Pengumuman-daftar-IUP-CNC-dan-NON-CNC/