HUT
ke 21 Walhi Sumbar adakan diskusi Publik “Aktivitas Tambang Merobohkan Tatanan
Sosial”
Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (WALHI) Sumatera Barat mengadakan diskusi publik dengan tema “Aktifitas
Tambang Robohkan Tatanan Sosial”, Senin (16/10/2017). Diskusi menghadirkan 3
orang pemateri Hendrik Siregar (Peneliti Auriga Nusantara), Dr. Zaiyardam Zubir (Dosen
Ilmu Sejarah Unand) dan Prof. Afrizal ( Sosiolog Unand).
Pada sesi pertama
Hendrik Siregar dalam paparannya menyampaikan mitos-mitos pertambangan, catatan
pertambangan dan Kerusakan lingkungan. “Ada lima mitos pertambangan yang sering
terjadi di Indonesia, pertama mitos kesejahteraan, mitos pendapatan, mitos
green atau responsibility minning, dan mitos lapangan kerja”, ungkapnya. “Salah
satu fakta pertambangan di Indonesia adalah tidak memperhatikan penghijauan
seperti tidak dilakukannyanya reklamasi pada bekas tambang, disamping itu
pemerintah banyak yang hanya memberi izin tanpa melakukan pengawasan dan
evaluasi terhadap pertambangan yang sudah diberi izin. Lahan pertanian
merupakan lahan yang sering diambil alih menjadi pertambangan,” tambah Hendrik.
Pada sesi kedua
Zaiyardam Zubir, menyampaikan makalahnya tentang Andema Bare Pirang, Karajo
untuk awak pitinyo untuak urang. “Makna andema itu dijadikan sebagai kata bagi
kelompok terekploitasi artinya kehadiran
perusahaan tidak memperlihatkan pengaruh yang positif terhadap buruh dan masyarakat
sekitarnya. Pertambangan bisa menjadi simbol penjajahan kota, ia
mencontohkan tambang batu bara ombilin. Tahun 1991 tambang batu bara di
Sawahlunto tidak memberikan keuntungan kepada masyarakat. Rakyat kebanyakan
hanya sebagai penonton ketika hasil alam mereka dikeruk. Perusahaan tambang
kebanyakan lebih suka mempekerjakan tenaga kerja dari luar,” Paparnya.
Diakhir sesi Prof. Afrizal,
melihat Pertambangan dan Masyarakat dari Analisis Ekonomi Politik. Ia membagi
dua jenis pertambangan. “Pertama pertambangan tradisional (pertambangan rakyat),
motif tindakan ekonominya untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga dan
menggunakan teknologi manual. Kedua pertambangan modern, motifnya untuk
akumulasi kapital, untuk memperbesar skala usaha serta menggunakan teknologi
mesin”. Dampak yang tidak direncanakan dari pertambangan modern itu adalah terjadinya
permasalahan sosial lainnya seperti banyaknya mempekerjakan anak di bawah umur dan
sistem kerja yang mirip perbudakan, terjadinya perampasan tanah seperti tidak
terdapatnya persetujuan dan melakukan persetujuan manipulatif serta persetujuan
dengan paksaan, terjadinya ketegangan sosial dalam komunitas seperti komunitas
terbelah akibat pro kontra kehadiran tambang dan buruknya integrasi antar warga
dengan pimpinan” tambahnya.
Direktur WALHI Sumatera
Barat, Uslaini dalam sambutannya menyampaikan “salah satu tujuan diangkatkannya
acara ini adalah untuk memperkaya gagasan dan wacana tentang dampak pemanfaatan
sumberdaya alam khususnya pertambangan, disamping itu juga dalam rangka
memperingati Ulang Tahun WALHI yang ke 37 dan WALHI Sumatera Barat yang ke 21”.
Kegiatan ini diikuti oleh
kalangan pemerintah, kelompok masyarakat atau NGO, Mahasiswa, Akademisi dan
Media.
0 Comments
Posting Komentar