Diskusi publik Pro-kontra Pro- Kontra Rencana Pembangunan Geothermal di Gunung Talang Bukit Kili, Sabtu (16/9/2017)
(Foto Dokumentasi WALHI Sumbar)

PADANG, HALUAN - Berdasarkan hasil studi potensi resiko, rencana pembangunan geothermal di Gunung Talang, Bukit Kili Kabupaten Solok, berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumbar Uslaini Chaus menyatakan itu dalam Dialog Akademis yang diinisiasi oleh Pascasarjana Universitas Andalas bertajuk "Pro- Kontra Rencana Pembangunan Geothermal di Gunung Talang Bukit Kili", Sabtu (16/9/2017).

Faktor dampak adalah aktivitas Hydraulic Fracturing (fracking), kata Uslaini kepada haluan, yaitu upaya memperbesar permeabilitas batuan reservoir dengan cara menyuntikkan fluida ke dalam reservoir, sehingga dapat meloloskan uap air dan gas diantara celah-celahnya. Fracking juga menjadi alasan geothermal menjadi energi terbarukan, karena uap air dapat didaur ulang dan disuntikkan kembali. Namun fracking adalah kegiatan yang berisiko tinggi terhadap lingkungan. "Kemudian posisi pembangkit yang secara topografi berada diketinggian, diatas pemukiman warga dan perladangan serta berada di zona merah ancaman letusan gunung api, dan berada di patahan semangko ," kata Uslaini.

Resiko lain yang akan muncul akibat bahan pencemar yang dihasilkan berupa caustic soda, benzena, toluena, arsenik, antimon, boron serta limbah gas penyebab emisi berupa CO2, H2S, CH4 dan NH3.

Dijelasan, berdasarkan literatur dan kejadian-kejadian di daerah lain, secara ekologi faktor dampak tersebut, emnurut hasil kajian Walhi, akan berpotensi menimbulkan gempa bumi minor, aktivitas tektonik, amblesan yaitu peristiwa turun atau lolosnya permukaan tanah dan manifestasi liar atau munculnya kawah atau fumorolla baru (masyarakat setempat menyebutnya Gabuo) yang tidak bisa dikendalikan. Juga pencemaran air dari kebocoran fluida dan kehilangan debit air (kekeringan) akibat tingginya serapan air untuk pembangkit ataupun kesalahan pemboran dan perubahan sistem hidrologi bawah tanah.

Secara ekonomi, kata dia, faktor dampak tersebut berpotensi menyebabkan kehilangan lahan, menurunnya priduktifitas lahan dan gagal panen, serta peningkatan biaya hidup (biaya perbaikan properti bangunan karena kerusakan seng atap rumah dari hujan asam).

"Dan, secara sosial dampak yang berpotensi muncul adalah dampak ikutan mengelola sumber daya lahan yang terdapat di Gunung Talang , karena secara psikologis masyarakat sebagai komunitas asli merasa memiliki hak kelola yang lebih besar pada kawasan teritorialnya, kemudian dampak berubahnya sistem sosial, adat dan budaya. Dan yang paling dikhawatirkan adalah konflik horizontal dalam masyarakat karena adanya benturan antara pro dan yang kontra dari rencana pembangunan ini," jelasnya.

Prof. Ardinis Arbain saat menyampaikan tanggapannya juga mengatakan bahwa Geothermal bukanlah energi yang benar2 bersih. Banyak hasil riset dari geothermal di Itali dan Selandia Baru ditemukan bahwa Geothermal memghasilkan gas buang Karbondioksida dan Metan dalam jumlah besar. Disamping juga menghasilkan zat kimia berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan mayarakat disekitarnya berupa Mercury, Boron dan Arsenik.

Ardinis menyarankan sebelum proyek ini dilanjutkan sebaiknya dilakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis ( KLHS) untuk wilayah ini. Hal ini karena Geothermal adalah proyek besar yang berada dikawasan lindung, dekat dengan pemukiman masyarakat dan memiliki dampak yang sulit diprediksi.

Selain itu Prof Syafrudin Karimi seorang Ekonom dari Fakultas Ekonomi Universitas Andalas mengatakan bahwa perlu dilakukan kajian Valuasi Ekonomi Lingkungannya. Kita harus pastikan apakah nilai ekonomi ekosistem yang saat ini dirasakan oleh masyarakat saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekonomi yang dihasilkan oleh geothermal nantinya. Di akhir Dialog Akademis ini tidak ada kesimpulan yang disepakati namun kita harus menyadari karena pembangunan ini berdampak luas, Walhi Sumatera Barat berharap pemerintah dapat memperhatikan pendapat masyarakat dan para ahli ini serta menghentikan semua proses dilapangan saat ini. Pemerintah perlu melakukan kajian lingkungan hidup strategis dan kajian Valuasi Nilai Ekosistem sebelum proyek ini dilanjutkan. (h/dn)


Sumber Berita : Haluan